Tuesday, October 30, 2012

Seketika Cepat

Cerita tak sebanding...
Cerita tak lara, namun pilu...
Diawali dengan fatamorgana dan bayang diri...
Menitih gurau berbalik gundah...
Seketika enggan harum merebak...
Menggulat kecupan rasa...
Ooo...
Mungkin berani terkulai lemah memandang...
Mengiringi tatapan fana tak bentuk...
Menerawang setitik, secuil dan tak mampu...
Tanda tanya besar pun menampakkan jati...
Tergulat penuh dan sukar menggeram...
Hanya hening dan jabatan segelintir...
Perlahan...
Perlahan...
Tertunjuk kuantitas yang mungkin hina akan kualitas...
Penuh...
Mendalam...
Jejak palsu itu berbicara...

Tuesday, July 17, 2012

what do you think? :)

Tulisan kali ini agak gaul-gaul dikit boleh kan ya? Udah bosen nih sama tulisan-tulisan sebelumnya yang entahlah itu bikin puyeng kepala. Atau seiring jalannya waktu (ciiee..), seiring berkembangnya temen juga nih, pake loe-gue gitu asyik juga mungkin ya. Yah, beginilah, udah terhipnotis sindrom loe-gue dari temen baru nih. Gue mulai aja kali ya. Tulisan ga penting, ga jelas juga idenya dari mana. Haha...

Loe pernah punya cita-cita pingin belajar di sekolah favorit ga? Pasti pernah kan? So pasti dong. Loe pasti belajar giat bener buat wujudin cita-cita itu. Entah gimana pun caranya. Yang belajar sampe larut lah, lupa makan, ga dengerin omongannya ortu, tapi jngan sampe lupa napas ya. Bahaya banget ini. Bisa merusak reputasi loe sebagai anak Bapak-Ibu (apa hubungannya coba?). Jangan sampe lah ya. Loe udah membara-bara nih. Yakin bener kalo pasti masuk, pasti lolos, pasti ketrima, pasti-pasti lainnya deh.  Dalam pikiran loe nih udah ngebayangin gimana aja gambaran masuk sekolah favorit loe itu. Mungkin juga bisa ngebuat loe senyum-senyum sendiri kaya orang jatuh cinta tuh. Semua orang bisa loe pelukin gara-gara ini.

Tapi, tapi, ternyata ga sesuai perkiraan. Loe ga bisa lolos di sekolah itu, gimana coba rasanya? Sakit, kecewa, emosi, etc. kan? Apalagi pas temen-temen loe yang ketrima di sekolah idaman loe itu berkoar-koar di fb atau twitterlah. "GO 'nyebutin nama skolah'!!!". "Aku bangga sekolah di 'nyebutin sekolah'!!". Gimana coba perasaan loe ke orang itu? Kagum bisa masuk? Iya. Sedikit sakit? Iya juga. Tapi kalo gue jadi loe, kagum bangeettt. Mungkin sih, iri banget + sebel tuh pas sepanjang masa temen loe berkoar kali ya? Iya ga sih? Dalam hati loe, "orang ini, gue ngerti loe di 'nyebutin sekolah'. ga berhenti-berhenti nih orang mamerin". Ooopsss... ada yang pernah ga ya?

Trus nih, truss... pas loe udah sukses masuk di study berikutnya, tapi mereka-mereka belum lolos. Eh, loe malah dimusihin sama mereka. Ada yang bilang kalo loe itu ngehancurin cita-cita mereka lah. Nah, pas ada niatan baik berbagi info ke temen-temen loe, malah dikira aneh-aneh sama temen loe yang tadi. Padahal tuh, misal aja itu disuruh sama kakak study loe. Amanah kan juga harus disampaikan toh? Gimana coba perasaan loe? Bisa jadi sih, nyesek dua kali mungkin ya. Apalagi tuh mereka sampai kaya ngucapin kata-kata kotor ke loe. Loe sabar ya :)

So, what do you think? Harus gimanakah loe? :)

Friday, July 13, 2012

- lingkaran -

kecupan lirih terulur luruh .
hilang di kelokan secarik kain lusuh .
menoda, mengukir penatnya gemuruh .
hilang, sunyi kisah bergulir jauh .
menjemput tawa yang terurung .
menderma sebait kicau girang .
menuntun genggaman yang terngiang .
terpijak sudah elok yang ternanti .
menyirnakan sebukit gulita lara .
onggokan pun terintih, hilang, lepas .
tiba selarik merdunya senyuman .
menikam pilu dengan palu kegirangan .
lenyap dan temu yang pasti .
pertemuan seserpih malu .

- entah -

malam ini...
entah langit sedang mendapat cahaya atau tidak
entah ikan-ikan akan menutup matanya
entah lainnya yang merasa entah
entah itu menusuk dan menyibak
entah resah, entah sakit, entah bimbang
entah mereka seperti apa
entah tak temukan pasti
entah terhiraukan sebulir jawaban
entah tlah terikrar lukisan lusuh
entah-entah yang tak ingin terkuak
entah dan entah yang kian membalut erat
entah, terdiam memimpikan entah

Friday, June 22, 2012

1,2,3,4,5,6,7,8,9,10,11,12

Seperti terbayang akan arti janji persahabatan
"Hei, jangan lupakan aku!"
"Semoga nanti kita sukses bersama."
"Kalo nikah, jangan lupa undang-undang ya."
"Pokoknya kita harus tetep utuh selamanya."
Entah itu buaian atau janji yang tlah terabaikan
Sepertinya memang tidak ada lagi yang ingin mengenangnya
Mengingatnya saja seperti kulit yang terjilat panasnya air
Seram dan menjijikkan
Apa ini akhir dari cerita yang berawal dengan tawa?
Ku mulai menerawang, perlahan dan perih

Pertama...
Wow, seperti sesaknya panggung spekta
Ku tatap dengan buliran positif
Indah dan luar biasa
Aku pun tercenang, dahi mengernyit
Pertama itu menduduki posisiku
Aku senang, jempol ini membumbung
Aku tak seperti mampunya meremas besi
Namun, entah cemooh dari mana terlontar
Pertama itu enggan mendekat
Kedua...
Inilah arti kedua, benar-benar kedua
Melangkah dan meratapi
Yakin, namun tak lupa lara lain
Menyongsong tiap benih dengan tangan melapang
Hingga ia menemukan sosok yang benar hanya kedua
Ketiga...
Ketiga yang parau dan lebam
Penuh dengan labilnya emosi
Baik, hujanlah jutaan kemilau emas
Buruk, tamatlah rimbunan dandelion
Di sinilah ketiga terhimpun
Menyesaki dan melegakan
Karena ia ketiga yang ada
Baik, buruk, dan labil
Keempat...
Seperti hakim bijak bak keempat
Menuntun langkah diiringi gemerlap akal
Pasti dan tak terbelokkan
Namun, sayang yang amat
Silaunya teramat pedih 
Menggilas butiran harap yang teringin
Kelima...
Dua bola yang tak senada
Tertendang hingga kendali tak sampai
Lari dan terkejar, dapat
Tapi tetap sesak dengan lemah
Merasuk kecut yang terulur
Untunglah tak semua
Iba nya lima tak seperti satu, dua, tiga, dan empat
Keenam...
Ku kenal dan ku pahami
Ku ingin mendekat, ku jauhi tiba-tiba
Yah, salah itu telah ku toreh kasar
Buat sekejap saja enam ini peduli pun tidak
Ku asah kembali dan ku pinang lembut
Ia leleh, namun tetap menggusarkan diri
Dia enam yang tak tentu
Ketujuh...
Ingin tergenggam kuat
Sayang, rapuh itu lebih lebat menghujam
Bukanlah rapuh yang tak sedikitpun tenaga
Justru dilingkupi rasa diri tercuat lebih
Aku terpana, diam dan tak ingin berucap
Kedelapan...
Delapan yang pasti dibenci
Tak diharapkan satu, dua, tiga, empat, lima, enam, tujuh, dan berikutnya
Kesembilan...
Sembilan yang lusuh
Seperti rawa hijau yang enggan ditemui
Sosok ingin diutamakan
Namun lupa dengan bara kesombongan
Meninggalkan ketidakadanya ego
Menerawang dengan dua mata saja
Kesepuluh...
Entah sepuluh yang sesak atau tak ingat
Pasti, mulut ini berkata sesak
Mencuat dengan berbagai lara
Menanggapi dengan seribu hujaman
Karena sepuluh memang tidak tahu apa-apa
Kesebelas...
Sebelas yang berdinding besi
Kuat dan tak nampak dari luar
Menutupi, melindungi angka-angka sebelumnya
Memberi suasana yang tak tentu terlihat
Dan kedua belas...
Puncak dari semuanya
Puncak yang selamanya tak akan runtuh

Itulah satu, dua, tiga, empat, lima, enam, tujuh, delapan, sembilan, sepuluh, sebelas, dan dua belas yang entah akan seperti apa
Mereka yang mungkin saja hilang dan tak ingin terpikir

Tuesday, June 19, 2012

Tlah Terkikis

Tuhan...
Hanya kepada-Mu aku bisa tenang .
Hanya kepada-Mu aku menyerahkan segala dosa-dosaku .
Hanya kepada-Mu aku menyelesaikan semua urusan di duniaku .

Tuhan...
Tolonglah aku yang miskin akan kesadaran dan pikiran .
Hilang dan lenyap terkikis oleh waktu .
Hanya kepada-Mu aku memohon .

Tuhan...
Aku hanya ingin hidup menghargai orang lain .
Menghormati orang lain .
Menghargai sikap mereka .
Membalas keramahan dengan senyuman .

Pikirku menyelesaikan segala lara yang terpendam .
Mengungkapkan semua yang selama ini tak pernah berani aku uraikan .
Namun, tanggapan tak seperti keadaan .
Aku makin terjatuh dan terfitnah .
Apa ini balasan buatku ya Allah?
Aku  yang sering melalaikan-Mu

Sekian...




Kalo ga ada orangnya, lebih tepat sekali kalau album kenangan dijadikan sasaran :D


Ini foto wisuda kemarin.. wiihh...

Cerita Tak Penting

Cerita gadis remaja yang tlah mulai belajar tentang dunia. Ditulisnya dalam sebuah memo usang dan berdebu.

Bunda, Ayah... aku ingin menumpahkan sebagian keluh kesahku selama ini. Resahku yang sulit untuk aku bagikan kepada kalian. Tapi, nampaknya aku mulai ragu menjalaninya sendiri. Sudah tidak ada lagi sandaran untuk bertumpu.

Berawal dari Bunda dan Ayah memasukkanku ke sebuah kelas yang mungkin menurutku unik. Penuh dengan karakter siswa yang bermacam-macam. Namun, penuh pula dengan tantangan, karena mereka semua adalah wajah baru dalam duniaku. Awal perkenalan cukup mengasyikkan, diiringi canda tawa. Tapi, aku hanyalah seseorang yang terlalu pemalu. Sehingga sulit untuk berbaur dengan mereka yang penuh dengan gurau. Akan tetapi, seiring berjalannya waktu, aku sudah mulai terbiasa dengan kondisi mereka. Sudah mulai nyaman dan bisa bercanda bersama.

Sehari-hari aku hampir dekat dengan semua teman sekelasku. Empat temanku lah yang paling dekat, dua perempuan dan dua laki-laki. Anggap sajalah namanya Dinda, Wardah, Tony, dan Enggar. Mereka berempatlah yang selama ini asyik diajak curhat. Dinda yang dewasa, berprinsip kuat, berani, dan tenang. Wardah yang tingkahnya selalu lucu, sehingga sering membuat orang tertawa geli. Tony yang jagonya dengerin curhatan orang, nomor satu kalau disuruh kasih nasehat. Enggar yang selalu perhatian, tapi dia juga yang paling jago ngegombal. Mereka itu satu paket yang saling melengkapi dalam kehidupanku di kelas itu.

Tiap waktu selalu bersama mereka, karena di sanalah kehidupan luar rumahku. Namun, sepertinya tidak seperti rasa buah yang selalu manis, ada asam yang terselip di sana. Yah, Enggar... cowok yang perhatian, tapi juga penuh dengan kesombongan. Dalam benakku, perhatiannya itu terlihat terlalu tulus. Itu yang membuat hatiku terkadang berbisik kagum. Nampaknya, perubahan sikap Enggar kepadaku juga terlihat jelas. Aneh, itu yang terselubung dalam benakku. Aku memang perempuan yang kurang pengalaman dan tak tau apa-apa. Aku hanya melakukan segala sesuatu sesuai sikap orang-orang di sekitarku. Mereka bertingkah begitu, aku mencoba melakukan tanggapan sebaik mungkin. Namun, sepertinya aku salah bertindak dalam hal ini. Apa aku terlalu baik? Sehingga aku dapat terperosok. Aku suka Enggar, tapi bukan dirinya, melainkan sikap-sikapnya. Jika ia tidak ada dihadapanku, aku biasa, tidak ada ingatan tentang dia. Lebih lagi hampir semua teman sekelasku berkata jika dia juga suka aku. Bagaimana jantung ini tidak berdetak cepat.

Semakin lama dan lama. Aku terjebak beberapa pilihan. Yah, Enggar sudah punya cewek. Sempurna! Sejak SMP mereka berpacaran, aku kagum. Tapi, Enggar kok gitu ya. Ceweknya itu Lina. Lina sering sekali sms aku, tanya kabar kekasih setianya itu. Ada satu pertanyaan yang membuatku sesak, "Dia kalau di kelas dekat sama siapa?" Bunda, Ayah, aku bingung harus jawab apa. Menurut pandangan teman sekelasku, aku dan Enggar dekat, tapi bukan aku yang mendekat, melainkan Enggar. Ketika aku menjauh, Enggar selalu berusaha mendekat kembali. Aku harus jawab apa ini? Aku juga takut menyakiti perasaan Lina yang dalam pikiranku dia baik dan setia. Akhirnya ku putuskan melakukan kebohongan kecil yang ternyata menjadi besar dan amaaattt besar.

Tolonglah Enggar, jauhi aku! Hanya satu pinta itu yang aku ucapkan. Namun, suatu hari, entah itu sadar atau tidak, Enggar berkata, "Aku suka kamu." Cobaan apa lagi ini. Aku bingung dan semakin bingung. Dalam hal itu, tetaplah di mata semua orang dan Lina, akulah yang salah. Aku lah yang ingin mengambil cowok orang lain. Tapi, nyatanya juga tidak! Enggar tetap demikian, dengan sikap yang seakan begitu peduli. Aku ingin rasanya menyanggah dan menampar orang itu. Tapi, tahu sendirilah kalian tentang diriku? Aku manusia yang terlalu lemah dan tidak bertenaga dalam hal seperti ini. Aku jalani, seperti biasa dan penuh pikiran tentang kesalahan serta vonis-vonis yang akan aku terima.

Entah, sepertinya Lina tidak terima. Aku saat itu juga dipenuhi dengan emosi yang membara, tidak bisa berpikir jernih. Aku yang tau dan tidak ingin disalahkan. Pecahlah semua itu dalam kelasku. Teriakan-teriakan pembelaan, tangisan yang entah itu untuk apa. Selesai dan anggap memang telah selesai dengan sesuatu yang mengganjal. Pikiranku hanya satu, "Tak mungkin masalah ini selesai jika aku masih bersama Enggar di kelas ini!" Sempat terselip pikiran untuk pindah kelas. Tapi, amat disayangkan jika banyak pihak yang tidak setuju.

Sekian lama, sekian waktu yang menghilang, aku lupakan semua itu. Yah, aku punya seseorang yang lebih dari suka dan kagum. Aku senang menjalani hidupku bersamanya. Tiap hari terasa diberi pengetahuan-pengetahuan yang luar biasa. Agama juga tidak kalah. Aku senang, karena setelah penantian sekian taun, aku berhasil. Aku yakin dan yakin. Namun, sepertinya tebing telah terhempas ombak, hingga ia terkikis.

Enggar, cowok itu. Semakin lama, semakin aku benci. Semakin aku tidak peduli dan tidak mengenalnya. Sikapnya itu terlalu berlebihan. Aku sudah tidak peduli lagi. Tapi, nyatanya Lina masih menyimpan dendam. Dia kembali mengumbarkan amarahnya. Aku stay cool. Diam dan acuh. Tapi, aku mendapatkan kabar yang membuatku terbanting jauh. Apa lagi ini? Bukannya udah tamat, selesai, end. Kenapa dilanjutkan lagi? Aku toh juga tidak pernah menghubungi Enggar lagi. Kenapa dia memulai lagi. Awalnya aku tidak peduli dengan semua itu. Anggap saja itu bukan untukku. Tapi? Kenapa dia tetap berulah? Aku lelah dan kesabaranku sudah berada di titik nol. Aku marah, aku meluapkan semua yang ada dibenakku kepada Lina. Aku menjawab semua pernyataan dan pertanyaan dengan tenang. Tapi, nampaknya, dia sendiri yang kebingungan menjawab.

Sepertinya dia sudah kehabisan akal, tidak ingin cowok satu-satunya itu tervonis bersalah. Lina mengajak seorang yang sejujurnya masih aku sayangi. Aku kaget dan kaget. Perjanjian awal tidak demikian, mengapa dia mengajaknya. Sebenarnya aku telah mengetahui dari awal jika mereka telah menungguku, tapi sepertinya rasa kecewa yang terlalu berat ini tidak menuntun kakiku melangkah menuju mereka. Aku juga tau, Lina tidak dapat dihentikan, kecuali Enggar sendiri yang melarangnya. Percuma jika saat itu pula aku harus bertemu, mungkin hanya tengkar yang terjadi. Aku sakit saat itu. Dia? Kenapa kamu mau diajak Lina seperti ini? Entah, penuh dengan rasa kecewa dan marah.

Enggar? Dia telpon dan selalu berkata, "Aku ga tau masalah apa ini?" Please, kamu itu orang yang paling tau. Apa kamu juga masih menaruh rasa ego dan sombongmu dalam masalah ini? Aku terlalu lelah. Dia mengajakku bertemu dengan Lina di suatu tempat. Dalam benakku, sekali lagi percuma kalau harus berhadapan dengan Lina. Kalaupun aku melontarkan penjelasanku, sepertinya tidak akan pernah didengarkan olehnya. Aku resah dan bingung. Awalnya aku berkata iya jika harus bertemu di suatu tempat. Tapi, atas saran seseorang aku berhasil berkata, "Batal!" Aku yakinkan Enggar lagi tentang alasanku, yang pasti semua penjelasan yang terucap percuma. Sudahlah, aku mau turuti apa pun permintaan Lina. Itu saja pinta terakhirku. Aku tidak ingin berlarut-larut.

Yah, benar dugaanku. Percuma jika harus bertemu, toh keinginan Lina cuma satu itu saja. Tenang Lin, aku juga sudah mengerti sejak dahulu. Entah ini telah berakhir atau tidak. Aku sudah berkata maaf dan sepertinya Lina masih tetap saja menginginkan seorang Enggar tidak ingin tervonis bersalah.

Bunda, Ayah, cerita pendek ini mungkin dihadapan kalian tidak terlalu berarti dan tidak penting. Namun, telah merubah sebagian karakter dalam diriku. Maafkan aku Bunda, Ayah...

Monday, June 11, 2012

Ringkukan Raga [part 3]

     Semacam hibernasi, tidur di musim dingin. Ketika mata Risya terbuka, seakan semua di sekitarnya meleleh. Ya, semua itu adalah es yang membeku. Namun, sekarang, entah mengapa bisa meleleh tanpa terduga. Hal yang sempat tidak ingin diingatnya lagi. Tiba-tiba Risya tersentak kaget karena tepukan di pundaknya.
     "Hai, Risya... lama tak berjumpa," kepala menoleh, mata membelalak, dan syok. Mulut kecilnya tak mampu mengatup rapat. Seketika itu keringat dingin sangat ceria untuk berpetualang keluar. Setelah sekian detik lamanya, ia pun tersadar. Apa ini?
     "Eh, iya kak. Apa kabar?" Seakan satu kata sulit terucap di bibirnya atau mungkin memang kenyataan lain yang enggan bersuar.
     "Harus baik dong. Kalo kamu gimana?" Kakak itu seperti tidak ada beban untuk berbicara. Tenang dengan senyum manisnya.
     "Aku baik juga, Kak. Kakak mau kemana?"
     "Mau ke toko alat olahraga, cari bola basket baru, hehe."
     "Wah, masih setia sama basketnya ya, Kak?" tetap seperti awal, Risya bingung dan tak sanggup berkata.
     "Iya, kekasih keduaku itu, haha."
     "Hahh... emang kekasih pertamanya apa, Kak?"
     "Ga tau juga Dek, masih pending mungkin."
     "Hehe, Kakak bisa aja," Risya terasa ditusuk bertriliun jarum.
     "Hehe, Kamu mau kemana, Dek?"
     "Mau makan, Kak. Laper nih," ucap Risya asal-asalan.
     "Cuma sendirian aja? Ga' ada temennya? Hati-hati diculik maling lho, Dek."
     "Yee... aku ga sendirian kok. Ada someone yang nemenin aku, yuhuuu..."
     "Haha, yang uda punya someone special. Emang mau makan di mana?" Dalam pikiran Risya bergelut kata-kata. Iya, someone specialku Iken tuh, temen setia.
     "KFC Sarinah, Kak."
     "Wah, kebetulan banget nih. Toko alat olahraganya juga ga jauh dari situ. Nanti turun bareng ya, Dek?"
     "Iya, Kak," Risya pun mengulurkan senyum tipisnya.
     Suasana pun mendadak hening. Bukan hening juga kenyataannya. Padahal suara klakson mobil dan motor tak henti-hentinya saling bersautan. Banyak pula manusia-manusia yang berkicau seperti burung di pagi hari. Mungkin hanya perasaan Risya saja yang menghalangi gemerlap ributnya dunia. Tapi, ada sebuah yang paling mengganggu pikiran Risya. Sebuah yang tak kuasa ia tutupi.
     "Kiri, Bang," suara mantan kakak kelas Risya itu terdengar. "Ayoo... udah nyampe lho."
     "Eh, iya, Kak," Risya spontan mengikuti kakak kelasnya.
     "Ini udah Aku bayarin. Dek."
     "Makasih ya, Kak, jadi ngerepotin."
     "Ga papa kok, Dek. Sekali-kali yang tua berbagi, hehe."
     "Hehe, iya, Kak. Makasih sekali lagi ya. Aku duluan ya, Kak."
     "Iya, sama-sama, Dek. Emmhhh... Eh..."
     "Ada apa, Kak?"
     "Aku boleh tanya sesuatu?"

to be continued...
Note : Don't be copy!

Saturday, June 9, 2012

Aku lupa...

Aku bisu...
Aku sesak...
Dan aku pun tak kuasa menatap...
Berawal dari sepuluh butir, tiga bulir, dan entah aku lupa
Sepuluh butir...
Pahit yang asyik terumbar, terasa riuh
Meringis  sendu dan hitam
Seperti pondasi yang lalu akan menopang
Cerailah adanya utuh itu
Hati berkobar bak petir
Tangan? Ia lantang menyibak kusut
Namun... salah tumpuan kisah yang terlanjur tertoreh
Tiga bulir...
Memulai dengan intan peduli
Mengakhiri dengan obrolan tak ada mutu
24 Maret 2012?
Aku miliki mata...
Aku miliki telinga...
Aku miliki tangan...
Aku mampu melihat, mendengar, dan meraba
Aku berani berkeyakinan
Tuhan, berkehendak tak bagaikan dugaan kau
"Menyudutkan kekosongan aliran"
Hingga juang tangkis adanya pilu
Terekam untuk bukti di hari esok
Dan entah aku lupa...
Karena aku benar-benar lupa
Ya, melupakan lalu dengan sengaja
Sebab aku ingin kembali

Monday, May 28, 2012

First Time

Tanggal 26 Mei 2012, mungkin tanggal yg ga akan pernah aku lupakan. Pertama kalinya aku bisa melihat tawa bahagia kedua orang tuaku, melihat tangis senang mereka. Ya, mereka benar-benar bahagia. Terima kasih ya Allah.

Hari itu memang tepat dengan pengumuman kelulusan. Semoga seperti berita burung yang banyak terdengar, SMANELA lulus 100%. Amiiinnn... Aku yakin SMANELA bakal lulus 100%. Penantian yang memang cukup melelahkan. Pagi-pagi minta doa ke orang tua dan nenek. Biar lupa gitu, iseng nyetrika baju yang uda menggunung. Makin dag-dig-dug. Tepat saat jam 10, perasaan semakin was-was. Berhubung belum mandi gara-gara kebanyakan mikir dan sebagainya, akhirnya aku mandi. Tapi, pas udah di kamar mandi, bunyi dering telpon uda 4 kali bunyi. Adek yang lagi asyik nonton tv juga enggan mengangkatnya (maleslah kayanya). Setelah selesai mandi, langsung lari ke kamar ngambil hp. Benar dugaanku, itu telpon dari papa. Jantung makin berdetak kencang, aku telpon kembali. Diangkat sama papa. Wow, alhamdulillah :)

Entah siang itu terasa meresahkan. Dibuat tidur juga ga enak. Bolak-balik ke kamar mandi. Ujung-ujungnya buka laptop. Iseng aja browsing internet. Pertama kali yang dibuka itu alamat twitterku. Syok, ga nyangka, langsung baca tweet, "Hasil SNMPTN Undangan sudah bisa diakses di undangan.snmptn.ac.id mulai pukul 5 sore nanti..." Waktu aku buka alamat itu, ternyata bener, penghitungan mundur seperti tahun lalu udah dimulai. Yah, kurang 2 jam lagi pengumuman. Makin dag-dig-dug aja. Segera aku kirim SMS ke teman sekelasku n beberapa temanku yang lain. Resah, ga tenang banget. Dicoba tidur, pikiran melayang kemana-mana. Akhirnya keluar kamar dan ngeliat papa lagi nonton tv di lantai atas. Dalam hati, "Ngomong ga ya? Gimana ngomongnya?" Akhirnya nih mulut terbuka juga. Tapi -_- ngomongku kacau banget. Mulut ini uda gemeteran ga karuan. Aku pun masuk lagi ke kamar. Tidur di sebelah adikku. Gangguin adikku yang lagi tidur. Lucu sih, hhehe. Mondar-mandir ke sana kemari. Ketika waktu kurang 45 menit, sobatku telpon aku. Alhamdulillah, ada temen buat penantian. Ngomong segala macem sampe hampir setengah jam. Waktu kurang 15 menit, bingung deh pikiran, turun ke bawah ambil makanan, iseng-iseng ngasih makan ikan, berdiri menatap awan yang putih n tenang. Ohh... Rif... setelah balik lagi ke laptop. Wa... waktunya kurang 5 menit lagi. Fokus berdoa, BBM mama minta doanya. 3... 2... 1... "Hasil Seleksi SNMPTN Undangan 2012. Masukkan nomor pendaftaran dan tanggal lahir." Mati aku, aku naruh kartu peserta di mana. Waktu 5 menit sendiri itu di buat nyari. Udah gitu banyak SMS, BBM, n telpon yang masuk. Ga' tau ini lagi bingung nyari. Eh, ternyata kartunya ada di map paling atas. Ngapain tadi bongkar" yang di bawah -_- Baru nyadarnya lagi, file kartu peserta di laptop kan ada -_- Aku masukin nomor peserta dan tanggal lahir. Dalam pikiran, "Gimana kalo nomor pesertanya salah? Gimana kalo tanggal lahirku beda juga? Ahh... ini kenapa loadingnya lama ya Allah." Ini mata uda nangis takut, takut ngecewain orang tua. Dan taraa....


Alhamdulillah ya Allah... Orang yang pertama kali aku beri tau itu mamaku. Berhubung aku ga bisa ngomong gara" lagi nangis, aku BBM mama, terima kasih ya Allah :) Pagi tadi Kau beri cobaan kepadaku, sekarang kau memberiku rezeki yang luar biasa.

Thursday, May 24, 2012

- Aliran yang Bergejolak -

Anyir darah semangat nampak muluk di udara
Pesat dan riuh akan gelora yang membara
Cemaran udara itu meracuni generasi muda
Seketika, amarah kebangkitan merasuk
Mereka bergejolak...
Mereka bergetar...
Mereka berteriak...
Oh, kau, generasi muda...
Kau telah terapit dan tak bisa berkutik
Getarkanlah impuls yang takut
Tanamlah keengganan menjadi sejuta emas
Pijaklah tuts kehidupan dengan adil
Karena kau bibit unggul dan menawan
Karena kau mentari bangsa


Kata Terakhir

Mata berkaca-kaca...
Dapat terperosok ke dalam kelas yang berpenghuni kecil...
Mereka yang penuh dengan kecerdasan yang luar biasa...
Mereka yang penuh misteri akan sosoknya...


Luar biasa, pikiran kecil ketika awal menapaki kehidupan baru di jenjang SMA. Senang, takut, dan luar biasa. Yah, "luar biasa", dua kata yang mengaung saat itu. Tiap detik menyusuri dunia itu, tak ada sedikitpun rasa percaya diri. Selalu gelisah, hingga suatu saat rasa kalut itu lenyap. Aku telah terhipnotis oleh simulasi yang entah aku tak mengerti. Mungkin kebiasaan, kebersamaan, atau kesepian. Dan aku dahulu berharap kondisi seperti ini akan berumur panjang. Tentunya tak mengharapkan adanya hambatan ataupun pengacau.

Kebahagiaan dan kebersamaan memang selalu lebih indah di awal. Tak lupa juga terkadang ada janji-janji yang terucapkan. Dengan semangat yang mencuat, kami tegakkan dan lontarkan. Senyum bahagia pun mengembang. Serasa saat itu, di dunia hanya berteman sebelas orang saja. Tapi, memang benar juga. Dunia terasa hanya mereka saja. Pagi hari yang matahari belum menampakkan dirinya, di saat beberapa manusia masih terlalu lelah dan tak mampu untuk membuka kelopak matanya, kami telah berkumpul menyongsong kehidupan yang entah memiliki alur yang seperti apa. Kembali berkutat dengan kebiasaan yang sama. Kumpulan tugas-tugas yang semestinya layak diselesaikan. Ketika saat-saat menjelang matahari menutup dirinya, barulah kami mengucapkan sampai jumpa. Keesokan harinya pun seperti itu, trus, trus, trus, dan trus seperti itu. Hingga keluarga kedua pun terbentuk.

Namun, sepertinya, titik jenuh tlah menemukan kami. Ia menyelusup di antara kami. Tak ada daya yang mampu menangkisnya. Hingga akhirnya terperosok pada jurang kejenuhan itu. Semakin lama, semakin tak terkontrol, dan lepas. Kesatuan yang mungkin meninggalkan kenangan. Jujur, aku sudah terlalu lelah dan tak sanggup :)

Kini, aku sendiri merasa gusar. Kenyamanan itu menjadi bumerang emosi. Hanya sedikit kata terakhir yang ingin ku ucapkan. Kata terakhir yang mungkin sama sekali tak menggugah.

Terima kasih kawan...
Terima kasih atas hari-hari yang penuh teka-teki
Hari-hari yang entah itu bahagia atau sebaliknya
Jasa dan peduli yang masih tersisa
Ketika usia menua, ku yakin kalian menjadi sosok terbaik
Berada di puncak kehidupan
Karena kalian tlah lalui berjuta problematika hidup
Belajar dari sana, agar tak lagi terjerumus
Terbentuklah pikiran dewasa kalian
Aku yakin, kalian dapat berpikir dan menilai
Tapi, bukan itu yang ingin aku bicarakan
Karna ku percaya ada sedikit kecut yang akan muncul
Kawan...
Aku hanya ingin meminta maaf
Lalu yang penuh dengan salahku dan egoku
Dan mungkin juga "bertopeng"
Yah, "bertopeng", julukan baru buat kita
Aku hanya dapat tersenyum tipis
Aku yang tidak mengerti
Aku yang terlalu tidak peka atas diriku sendiri
Maaf kawan...
Mungkin jalanku salah
Tak ada pedoman yang jelas akan cara berada di samping kalian
Semoga jalan kalian selalu benar dan tak terhambat
Semoga esok kita berpisah dengan tak tertinggal satupun orang
Terima kasih sekali lagi...
Karena ini kata-kata terakhirku untuk kalian
Karena aku tak peduli jika kalian ingin berkata,
"Hanya cari muka dengan tulisan"
"Taktik agar hati meluluh"
Apalah kata kalian saat ini...
Aku tak peduli
Karena aku hanya ingin berterima kasih dan meminta maaf 
sorry rek, aku ga ikut wisuda

Saturday, March 31, 2012

Kisah N 579 UG

Rifda pingin berbagi kisah yang mungkin ini juga salah tindakan dan terlalu berlebih. Hehe, tapi kan juga memang dalam kondisi yang ga baik. Read it! Don't read if you feel regret at "the end"

Pagi-pagi, bahkan sebelum hari ini (Sabtu, 31 Maret 2012), Rifda sudah memikirkan dan merencanakan untuk ga masuk sekolah. Alasannya sih gara-gara di sekolah cuma ada acara motivasi-motivasi gitu. Pasti bikin bosen. Tapi, akhirnya Rifda masuk juga gara-gara si pak ketua kelas marah-marah -_- Itu pun, juga karena satu hal lain yang kalau itu terjadi, mungkin Rifda ga masuk sekolah beneran, hihi.

Berangkat sekolah sebenernya udah males-malesan. Masa' dari sekolah baru jam setengah 7, hihi. Untung nyampe sekolah pas jam 7 dan untung banget ga masuk jam 6.45. Itu pun langsung disambut meriah lho, haha. Trus langsung aja ke Aula Sekolah. Pertama masuk sih sudah peraasaan ga enak, "Kok yang bawa acara masih muda ya? Alamat bakal ngebosenin ini." Acara dimulai, bukannya langsung to the point ke acara utama. Eh, Pak Kepala Sekolah mau kotbah dadakan dulu (lol). Kotbahnya aja sampe 15 menit lebih -_- Tapi, yang bikin jantung deg-deg serr itu pas Beliau bilang kalo hasil TO 4 hari ini udah keluar. Jleb, langsung aja pada diem semua. Trus bilang juga kalo dari TO ke 1-4 masih ada 3 anak yang belum lulus. Makin JLEB.

Acara puncak, acara yang membosankan. Eh, ternyata cuma penampilan awal doang. Acaranya seru banget :) Ga' kaya motivasi pertama yang lebih cenderung konsentrasi ke beberapa murid aja. Padahal yang lainnya kan jadi ngiler pingin ikut permainan. Xixixi :p Banyak permainan, banyak cerita-cerita yang membangkitkan semangat, banyak penyesalan, dan yang terakhir, adegan nangis masal. (But, I was really happy at crying moment, because there were some conditions and acts which could rise my smile, yah, it is *tuuuuttttttt*)

Dari sekian cerita, sayangnya belum masuk ke cerita sebenernya, hhehe. Cuma pembuka aja. Yang sebenernya itu waktu sepulang sekolah. Berhubung hari ini sudah bertekad ga' bawa motor ke sekolah, terpaksalah naik angkot dengan mata yang masih sembab dan perasaan masih belum clear gara-gara "crying moment" tadi. Angkotnya lumayan penuh, diliatin juga sama semua penumpang. Rifda sih duduk di deket pintu. Tapi ibu-ibu Cina yang duduk di sebelahku itu dempet banget duduknya. Padahal kan di sebelahnya masih kosong ga ada penumpang. Agak sebel juga sih sama ibu-ibu itu. Tapi, sabar Rif. Di sisi lainnya ada 2 anak SMP juga di deket sopir, 1 mahasiswa, dan 2 ibu-anak.

Angkotnya behenti naikin 3 penumpang yang semuanya siswi SMP. Pak sopirnya nyuruh geser ke dalem. Dalam hati, "Ga' bisa geser lagi, Pak. Sebelah kanan dempet banget." Perjalanan ke rumah masih sangaaattt jauh. Ketiga penumpang SMP tadi akhirnya turun. Nguping sedikit (bukan nguping sih, lha ibunya kalo bicara lumayan keras), katanya ibu di sebelah mau ke Malang. Ohhhh... masih jauh. Tapi ini suasana sudah mulai memanas. Ibu-ibu di sebelah itu juga ngomong sama orang depannya, "Halah, biarin, ga' usah geser-geser, kita di sini juga bayar." Angkotnya berhenti lagi, naikin 1 penumpang SMP (lagi). Pak sopirnya mungkin emosi, "Mau berhenti di mana sih MBAK???? Disuruh geser ga' mau." Aku mulai emosi juga, tapi sabar, dalam hati, "Pak, bisa lihat kan? Punya mata kan? Mau geser kemana? Kiri? Jatuh, Pak. Kanan? Liat tuh, Ibu itu ga mau geser sama sekali. Bapak ga' liat kondisi ya?" Ini mata masih sembab, digituin, pikiran masih belum tenang, langsung aja pas ada penumpang berhenti, Rifda ikutan berhenti. Ga' liat ke sopirnya, uang langsung dikasihin ke penumpang di sebelahnya. Entahlahhh..... (Astagfirullah....) Padahal masih separo perjalanan.

Ga' berhenti di situ aja. Rifda naik angkot lainnya. Ternyata angkot pertama tadi berhenti di pasar dengan penumpang yang tinggal Ibu Cina tadi. Masih emosi sih, langsung dicatat plat nomornya. Rifda liatin terus tuh angkotnya. Pas angkot yang Rifda naikin nyalip angkot itu, Rifda ngliat Ibu Cina ngliat Rifda. Ga' cuman itu. Pak Sopir itu juga menyadari ada Rifda di angkot lain. Rifda liatin teruuuss, sampe angkotnya hilang. Huuffffhhh.... Mungkin Pak Sopirnya itu menyadari ya, hihi.

Jangan niru tindakan Rifda tadi ya. Cukup dijadikan pelajaran aja. Menuduh dan berbicara mengenai orang lain itu memang mudah, mungkin juga ga' memikirkan dampaknya. Tapi, sangat miris sekali jika ucapan dan tuduhan kita itu sampai ke telinga orang yang kita tuduh. Padahal, orang itu tidak pernah melakukan perbuatan yang dituduhkan tersebut. Jadi, jaga ucapan dan tindakan!

Thursday, March 22, 2012

Sekarang Indah, Lalu yang Terlupa

Melupa itu mudah
Tapi...
Menyadari itu sulit

Usaha itu penting di setiap kehidupan. Entah itu usaha dalam hal kecil, hingga berkuantitas besar. Usaha itu juga akan menghasilkan buah jika dilakukan dengan bersungguh-sungguh. Namun, jika usaha yang dilakukan telah sesuai, namun belum juga mencapai sesuatu yang diinginkan, janganlah berkecil hati dan berputus asa. Kesuksesan besar masih setia menanti. Entah itu esok atau beberapa tahun kemudian, kita pasti akan mendapatkan dampak dan 'big present' dari usaha serta kerja keras itu. Akan tetapi tidak sedikit orang perlahan-lahan melupakan usaha awalnya. 

Orang ketika telah sukses, mereka akan merasakan sebuah kepuasaan. Hingga mungkin mereka lupa akan keadaan sebelum mereka seperti sekarang. Mungkin dahulu  tidak mengenal uang 10 juta. Bagi mereka uang sejumlah itu adalah uang yang tidak mungkin dimiliki. Akan tetapi, berbeda dengan sekarang, menurutnya uang segitu mah cuma dibuat ongkos pekerja, bahkan kurang. Wow! Tentu itu sebuah rezeki yang besar dari Allah. Namun, hendaknya kembali menoleh kepada asal hidup kita. Melirik kepada orang-orang seperjuangan kita pada saat meraih mimpi tersebut. Jangan sampai ketika telah sukses meraih yang diinginkan, kita lupa diri. Lupa akan teman seperjuangan dan tentunya bantuan-bantuan yang telah diberikan. Pasti ada momen-momen yang sempurna untuk dikenang. Hal tersebut juga bisa dijadikan sebuah motivasi hidup. Bukan dengan mengucilkan mereka yang kurang beruntung atau belum dapat meraih cita-citanya tersebut. Dengan sombongnya kita mengacuhkan mereka seakan kita tidak pernah mengenal dan bertemu. Apa kita pantas melupakan mereka yang turut serta membantu suksesnya cita-cita kita? :) 

***

Mungkin saat ini aku terlalu dalam jatuh dan mereka yang di sana penuh dengan tawa riang. Namun, semua itu cukup aku jadikan motivasi dan sebuah inspirasi. Mungkin aku di saat seperti mereka, juga bersikap seperti mereka saat ini. Sehingga, mungkin, sekarang mereka melakukan itu semua. Tapi, aku tetap manusia biasa yang punya perasaan sakit. Tak apa, itu merupakan sebuah "tantangan".

Sunday, March 18, 2012

An Advice

Although it's good
But I hate an "advice", let alone it was said repeatedly
So, stop to say it word !!

Yup, that's my shout in my profile facebook's page. When I was writing that, I heard many words which outed from my mom's mouth. Firstly, I felt nothing, I heard clearly and no matter. But, when she was asking me to do some activities which I will do it surely, I felt annoying. Because she said "repeatedly". Maybe, I'm an emotional person. My anger appeared, I felt too bad. On my heart said, "Mom, please, stop to say it, I don't like it." But, I still heard and kept silent. I moved slowly. Maybe, she knew my removal. Ah, please, I have that plans. I'm not like another usual people. I have a principal, but if another people ask me and give many comment 'bout it, I can do it well. The fact, I will getting drop and that plans will be dissolve. But, I really thanks to them. They love and care me.

Honestly, I can't live with many regulations. If one of its is good for me, I'll follow it. I just want to life with my way, not another people's ways.

Wednesday, March 7, 2012

Everything is Ours

12 Akselerasi SMA Negeri 1 Lawang

Di mana pun, kapan pun, kita tetep "The Member of ACUITY"

Satu keluarga selamanyaaaa!!!!

Cinta kita seluas langit yang membentang

Kekompakan itu yang utama, seburuk dan sesusah apapun itu

Bersama Ibu Susi (mantan wali kelas)

Tawa ini akan selalu mengembang

Aku bangga punya kalian
Kalian yang memberiku banyak pengalaman hidup
Entah itu kegembiraan ataupun kesedihan
Kita sebuah keluarga yang tak akan pernah putus
Seberapa besar halangan dan rintangan yang menerkam
Kita semua bisa menangkis
Semangat kalian adalah semangatku
Aku bahagia melihat tawa ceria
Walau aku sering sekali bermuka kusut dan berhati gusar
Tapi kalian tetap di sampingku
Bersama kalian adalah saat-saat yang tak akan terlupa
Akan aku ukir kelak, sehingga tak dapat terhapus

Monday, March 5, 2012

Tahap Paling Menantang

Remaja itu identik dengan sifat labilnya. Terkadang juga engga selaras dengan aturan-aturan hidup. Seakan mereka yang paling berkuasa di dunianya. Seakan mereka sudah "mampu" dan memiliki "banyak" pengalaman hidup. Namun, nyatanya engga seperti itu juga. Masih banyak perilaku yang bisa menimbulkan kekacauan atas sikap "kebisaan" mereka. Mereka terkadang bertindak seperti orang dewasa. Gaya hidup dan perilaku yang "mendewasakan". Akan tetapi, itu belum sepenuhnya dewasa. Bahkan masih belum dianggap dewasa.

Banyak pula yang besikap sedemikian sehingga, menimbulkan berbagai efek samping. Ketika menimbulkan efek yang sempurna dan berhasil, mereka terlalu cepat senang dan membanggakan diri. Mereka lupa bahkan tidak mengerti mengenai hal-hal penunjang keberhasilan mereka. Jika, mereka dihadapi dengan hal yang hampir sama, namun ditunjang dengan hal lain, masih banyak di antara mereka yang bingung dan gagap menghadapinya. Jika efek yang ditimbulkan kurang sempurna bahkan gagal total, mereka mudah menyerah. Bagi mereka seperti, "Aku memang engga pantas di bidang ini."

Hal yang termasuk kategori paling lemah pada remaja umumnya adalah kesabaran dan emosi. Mereka masih kurang baik dalam mengontrol emosi. Emosi mereka cepat tumbuh dan terkadang terlalu berlebih. Kesabaran pun juga masih teramat kurang. Ini, itu, ingin segera terselesaikan atau pun tercapai. Bahkan remaja sekarang masih sangat sulit diatur. Nampak sekali di jalan raya, banyak remaja yang belum memiliki Surat Izin Mengemudi (SIM) sudah berani berkendara. Parahnya, banyak sekali remaja yang berkendara dengan kecepatan tinggi melampaui batas. Kesabaran remaja pun belum melekat pada jati diri mereka.

Pikiran mereka pun juga penuh sesak. Bercabang dan tidak terpusat, menyebabkan kebingungan yang sering melanda. Oleh karena itu, mereka juga masih perlu bimbingan dan asuhan para orang tua. Mereka masih perlu perhatian besar dan diberikan pelajaran-pelajaran hidup untuk dijadikan bahan untuk masa depan mereka. Yang jelas, menjadi remaja itu tidak susah. Hanya salah satu tahap hidup yang akan tertinggalkan menuju tahap yang lebih baik. Keseimbangan dan kemampuan diri untuk bertindak itulah yang penting dan tidak terpengaruh oleh dunia luar yang buruk.

Sunday, March 4, 2012

Meremeh Itu Pantang Terlaku...

meremeh itu pantang terlaku
karena ia picik dan tak siap berlabuh

Zaman galau teriring dengan zaman egoisme. Berjalan dengan dada yang membusung. Mereka benar, mereka paling benar. Mata itu nampak berbinar sinis. Senyum itu nampak kecut terpancar. Mereka rasa, penuh dengan mampu. Tak perlu berlatih. Nasihat bagai tarian debu transparan, tak terlihat mata makhluk Tuhan. Mereka berliuk sesuka pikiran menggandeng. Mungkin terlalu erat gandengan itu, hingga ajal tercapai jelas. Tak terkira, tak tertangkap oleh duga. Mereka tertusuk, diam, tak berdalih. Lemah sudah yang terasa. Mereka gagal.

Mereka terlalu meremeh yang ada. "Ahh, aku bisa lakukan semua itu. Itu mudah banget." Namun, tak seperti nyata yang terukir. Mereka tak mampu lakukan. Putus asa dan membodohkan keadaan. Pikirannya berpacu dengan tangis, "Tidak seharusnya aku seperti itu. Kenapa badanku ga bisa berkutik saat itu? Aku bodoh!" Nah, kecewa, menyesal, akhir yang selalu memamerkan diri. Mereka pun dengan sekejap lost control, DOWN. Seharusnya, bangkit itu yang utama. Yang lalu adalah sebuah emas kehidupan. Tak ada itu, tak ada ubah bergerak. Tetap menjadi manusia statis yang tak berpikir. Jika lampau telah penuh dengan remehan, jangan peluk kembali pada masa yang datang. Jangan kau jadi sebuah sosok yang terlalu tergiur kemampuan dan status, yang akhirnya menjadi terlalu penat dan depresi.

Saturday, March 3, 2012

air mata

di sana ada air mata yang mengalir .
meluruh dalam isakan yang tak kan berarti .
ia terabaikan .
tak ada peduli akan derasnya aliran itu .
tak makin berhenti adanya .
ia tertusuk .
mata itu makin pedih merasa .
nampak merah pekat .
bukan lagi aliran jernih air mata .
lebih dari putihnya susu .
lebih dari birunya laut .
ia pekat dan kental .
merah dan  gelap .
ya, darah senantiasa menggantikan .

Friday, March 2, 2012

Dear diary

   Maybe, I really hate my adolescence. Especially, my sixteen years old. I remembered what the poor moment ever.

   I had a class and we called it, “a small class.” Because 10 students only on my class. Firstly, when I was in first grade, there was no strange situations. I did my activities well. I looked many friendly faces. Every time, we smiled together. But, in the middle, I felt too strange. They were different behaviors. When I said my opinion, they had never agreed to me. I tried to say my reason, but their emotional appeared. I cornered deeply and just kept silent.

Not only that, but also one of them. He was too bizarre to me. Last, I though if he forgot me and he felt, “she isn’t my friend. So? What’s wrong if my decision to will not be her friend?” I had ever felt too stuck. I tried again. I tried to say a word to him. Badly, there was no response to me.

One day, I couldn’t keep my self well. I too depressed. I felt no one people cared to me. Especially, my class was full of many bad persons. Every night, I cried. I really wanted to leave this class. When the bell was to go home, I leaved this class quickly. They looked at me, but the mean of their gaze was a shout if I was too bad on their level.

What is my fault? It’s my answer till now. But, I have never gotten the question


Note : English's assignment

MONEY, love or not?

     Do you love money? Sure, many people love money. But, is it true if money can buy happiness? The answer is back to your self. Different person, different habit, different activity, and different thinking.
     Many people think, "Ahh... she is a fortunately person if she has much money." The money will pay all of you want. But, unfortunately, it's a material thing only.  If you get sick, you will pay all of money to your health. The time is over to you and you die. Can you buy a life? NO!! Although you have many billion dollars, you can't buy it.
     Your best friend feel sad, is it true if you can buy a smile and a happy heart to her? No, you can't. It's from her deepest heart. Much money can't change her condition. We can look at the real example. He was a rich man who had many big businesses. All of his businesses were success. But, he didn't have a family. One day, he felt sad and alone of his situations. At least, he depressed.
     Much of money can't give a happiness. The fact, money is important for our life. But, don't be over to love money. Your self, other people, you environment are more important than a small bad piece of paper which can destroy.