Friday, June 22, 2012

1,2,3,4,5,6,7,8,9,10,11,12

Seperti terbayang akan arti janji persahabatan
"Hei, jangan lupakan aku!"
"Semoga nanti kita sukses bersama."
"Kalo nikah, jangan lupa undang-undang ya."
"Pokoknya kita harus tetep utuh selamanya."
Entah itu buaian atau janji yang tlah terabaikan
Sepertinya memang tidak ada lagi yang ingin mengenangnya
Mengingatnya saja seperti kulit yang terjilat panasnya air
Seram dan menjijikkan
Apa ini akhir dari cerita yang berawal dengan tawa?
Ku mulai menerawang, perlahan dan perih

Pertama...
Wow, seperti sesaknya panggung spekta
Ku tatap dengan buliran positif
Indah dan luar biasa
Aku pun tercenang, dahi mengernyit
Pertama itu menduduki posisiku
Aku senang, jempol ini membumbung
Aku tak seperti mampunya meremas besi
Namun, entah cemooh dari mana terlontar
Pertama itu enggan mendekat
Kedua...
Inilah arti kedua, benar-benar kedua
Melangkah dan meratapi
Yakin, namun tak lupa lara lain
Menyongsong tiap benih dengan tangan melapang
Hingga ia menemukan sosok yang benar hanya kedua
Ketiga...
Ketiga yang parau dan lebam
Penuh dengan labilnya emosi
Baik, hujanlah jutaan kemilau emas
Buruk, tamatlah rimbunan dandelion
Di sinilah ketiga terhimpun
Menyesaki dan melegakan
Karena ia ketiga yang ada
Baik, buruk, dan labil
Keempat...
Seperti hakim bijak bak keempat
Menuntun langkah diiringi gemerlap akal
Pasti dan tak terbelokkan
Namun, sayang yang amat
Silaunya teramat pedih 
Menggilas butiran harap yang teringin
Kelima...
Dua bola yang tak senada
Tertendang hingga kendali tak sampai
Lari dan terkejar, dapat
Tapi tetap sesak dengan lemah
Merasuk kecut yang terulur
Untunglah tak semua
Iba nya lima tak seperti satu, dua, tiga, dan empat
Keenam...
Ku kenal dan ku pahami
Ku ingin mendekat, ku jauhi tiba-tiba
Yah, salah itu telah ku toreh kasar
Buat sekejap saja enam ini peduli pun tidak
Ku asah kembali dan ku pinang lembut
Ia leleh, namun tetap menggusarkan diri
Dia enam yang tak tentu
Ketujuh...
Ingin tergenggam kuat
Sayang, rapuh itu lebih lebat menghujam
Bukanlah rapuh yang tak sedikitpun tenaga
Justru dilingkupi rasa diri tercuat lebih
Aku terpana, diam dan tak ingin berucap
Kedelapan...
Delapan yang pasti dibenci
Tak diharapkan satu, dua, tiga, empat, lima, enam, tujuh, dan berikutnya
Kesembilan...
Sembilan yang lusuh
Seperti rawa hijau yang enggan ditemui
Sosok ingin diutamakan
Namun lupa dengan bara kesombongan
Meninggalkan ketidakadanya ego
Menerawang dengan dua mata saja
Kesepuluh...
Entah sepuluh yang sesak atau tak ingat
Pasti, mulut ini berkata sesak
Mencuat dengan berbagai lara
Menanggapi dengan seribu hujaman
Karena sepuluh memang tidak tahu apa-apa
Kesebelas...
Sebelas yang berdinding besi
Kuat dan tak nampak dari luar
Menutupi, melindungi angka-angka sebelumnya
Memberi suasana yang tak tentu terlihat
Dan kedua belas...
Puncak dari semuanya
Puncak yang selamanya tak akan runtuh

Itulah satu, dua, tiga, empat, lima, enam, tujuh, delapan, sembilan, sepuluh, sebelas, dan dua belas yang entah akan seperti apa
Mereka yang mungkin saja hilang dan tak ingin terpikir

0 comments: