Sunday, January 29, 2012

Hobi Membawa Hoki

            I
ndonesia pernah memiliki segudang prestasi dari cabang olah raga bulu tangkis. Mulai dari era Rudi Hartono, Lim Swie King, hingga saat ini, Taufik Hidayat. Salah satu elemen penting dari olah raga ini adalah shuttlecock. Tanpa benda yang berasal dari bulu angsa ini, permainan tidak akan pernah berlangsung.

Mengenal Lebih Dekat
            Tahun 2002 adalah langkah awal untuk memulai usaha ini. Ya, usaha shuttlecock menjadi pilihan Bapak Edi Besuni. Usaha ini menjadi pilihan karena seperti hobinya, bermain bulu tangkis. Dengan modal awal Rp 10.000.000,00, bapak beranak dua ini mampu mendirikan usaha shuttlecock ini.
            Awal berusaha bukanlah hal mudah seperti merobek selembar kertas. Bapak Edi harus tertatih-tatih terlebih dahulu. Beliau harus memahami seluk-beluk pasar shuttlecock, mencari sumber bahan yang murah dan terjangkau, serta cara memasarkan barang kepada konsumen. Namun, dengan usaha dan pantang menyerangnya, beliau dapat menjalaninya dengan lancar.

            Tiap harinya sekitar 20 karyawati berdatangan ke rumah Pak Edi yang terletak di Jl. Dworowati Timur no. 10 RT01 RW06, Mulyoarjo, Lawang. Pukul 07.00 tepat, mereka memulai aktivitasnya. Pertama-tama bulu angsa yang sudah disiapkan dikukus terlebih dahulu agar mekar. Kemudian didiamkan hingga kering.
            Tentunya Pak Edi tidak sekedar memilih bulu angsa. Bulu yang dipilihnya adalah bulu yang berasal dari 6 bulu di sayap kanan dan kiri. Warnanya pun juga harus putih bersih dan tebal. Setiap bulu yang baik harus memiliki berat 1,7 gram sampai 2,1 gram. Jika tidak, maka bulu tersebut akan langsung dibuang. Selain itu, bulu angsa yang baik juga harus dipetik atau dicabut sebelum angsa dibunuh.
            Langkah selanjutnya adalah menyiapkan gabus. Berat gabus harus disesuaikan antara 2,2 gram hingga 2,6 gram dengan diameter 27 mm sampai 28 mm. Hal ini dilakukan agar terjadi keseimbangan antara gabus dan bulu angsa yang telah dipilah. Tidak lupa, setiap pinggir gabus diplong untuk memasukkan ujung bulu.

Kunci pada Lem dan Benang
            Agar gabus dan bulu menyatu, keduanya harus dijahit dan direkatkan menggunakan lem. Benangnya diimpor langsung dari Jepang, sedangkan lem yang digunakan adalah lem Thread Bs-328L dan lem Base Bs-327S. Kedua macam lem itu diimpor dari Jerman. Bapak Edi memilih lem ini karena kualitasnya yang tinggi dan tidak akan pernah berubah warna menjadi cokelat.
            Supaya menghasilkan shuttlecock yang bermutu dan memenuhi standar, shuttlecock yang telah melalui beberapa langkah tersebut ditimbang. Ukuran yang baik adalah sekitar 49,5 gram. Jika kurang dari kisaran tersebut, gabus pada shuttlecock dapat disumbatkan dengan benda yang beratnya sesuai dengan berat yang kurang.
            Pengujian adalah proses selanjutnya. Tahap ini dilakukan oleh seorang yang ahli dalam mengontrol shuttlecock. Shuttlecock yang dipilih adalah shuttlecock yang saat pengujian tidak goyang dan meluncur dengan stabil. Jika tidak, maka shuttlecock tersebut tidak layak pakai. Setelah shuttlecock tersebut diseleksi dengan diteliti, barulah shuttlecock tersebut diberi label dan dikemas di dalam tabung.
            Proses pembuatannya tidak memerlukan waktu yang cukup lama. Dalam waktu 3 hari, industri rumahan ini mampu menyelesaikan sekitar 100 tabung. Biasanya tiap tabungnya berisi 12 buah. Pak Edi memasarkan tiap tabungnya dengan harga Rp 33.000,00.

Kesulitan Pembuatan
Pembuatan shuttlecock tidaklah selalu mudah. Pak Edi terkadang menemui beberapa kendala. Pada bahan baku, pernah pada saat wabah flu burung melanda, bulu angsa sangat sulit dicari. Akibatnya, menghambat dalam proses produksi. Tidak hanya itu, hal yang dianggap paling sulit bagi Pak Edi adalah menyesuaikan agar shuttlecock tidak goyang dan tetap stabil.

Pemasaran Shuttlecock
            Pak Edi tidak hanya memasarkan shuttlecock ini di sekitar daerah Malang saja. Akan tetapi, juga dipasarkan di daerah Bandung dan Jakarta. Beliau mendistribusikannya melalui paket barang, karena harganya dianggap lebih terjangkau. Dengan memasarkan di beberapa daerah ini, beliau mendapatkan keuntungan hingga 2-3 juta rupiah perbulannya. Berawal dari hobinya dapat membuahkan keuntungan yang memuaskan.
            Bapak Edi berpesan kepada konsumen shuttlecock. Hendaknya memilih shuttlecock dengan bulu yang putih, tebal, dan rapi pada hasil akhirnya. Hal tersebut agar tidak menyesal mendapatkan shuttlecock yang tidak sesuai.

Kesuksesan kita adalah bagaimana kita dapat memompa diri kita dan menyukseskan orang-orang di sekitar kita

0 comments: